Your Ad Here

Friday, June 1, 2012

HTC Indonesia: 2012 Adalah Titik Balik HTC

HTC Indonesia: 2012 Adalah Titik Balik HTC
Direktur produk HTC Indonesia Samudro Seto (kiri), dan Direktur Marketing HTC Indonesia Djunadi Satrio.
Jakarta - Kehadiran telepon seluler pintar asal Cina di Indonesia masih tergolong baru. Selama ini segmen tersebut dikuasai empat pemain besar, yakni BlackBerry, Samsung, Nokia, dan iPhone.

Di antara ponsel pintar buatan Cina, termasuk Taiwan, salah satu pemainnya adalah HTC. Di Indonesia, HTC masih belum banyak dikenal. Padahal, di Amerika Serikat, ponsel ini pernah menjadi ponsel terlaris.

Pekan lalu, Djunadi Putra Satrio, Country Director, Marketing, HTC Corp Indonesia, mengungkapkan kepada Firman Atmakusuma tentang strategi yang dilakukan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat soal ponsel pintar HTC.

Berikut ini petikan wawancaranya.

Bagaimana HTC melihat pasar Indonesia?
HTC melihat Indonesia sebagai pasar utama. Dari sisi strategi pemasaran, kami harus lebih solid, tak lagi setengah-setengah. Jadi, dari sisi keuangan, sumber daya manusia, produk, dan distribusi terus kami perkuat.



Cara agar HTC lebih dikenal?
Ada empat strategi yang kami lakukan, yakni edukasi kepada konsumen, lebih mendekat kepada pasar dengan cara jemput bola, investasi di bidang pemasaran seperti beriklan, dan memastikan ketersediaan barang dengan menjaga distribusi.



Ada kendala dalam pemasaran?
Indonesia ini luas, secara geografis sulit untuk menjangkau semua kota. Jadi kami sementara ini berfokus ke tujuh kota besar dulu, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Medan, dan Makassar. Di ketujuh kota itu, daya serap pasar ponsel mencapai 80 persen, jadi cukup besar.



HTC adalah ponsel Cina, tanggapan masyarakat?
Belum banyak orang tahu HTC itu apa dan siapa. Kalau kami berpameran, banyak yang bertanya produk kami dan soal harga. Ketika diberi tahu harganya Rp 6 juta, mereka kaget dan bilang, “Apa enggak salah, ponsel Cina kok harganya mahal.” Komentar tersebut masih banyak dilontarkan konsumen.


Di sini ada persepsi yang salah soal HTC. Mereka mengira HTC sama dengan ponsel Cina lainnya, yang harganya sekitar Rp 1 juta. Padahal ini adalah ponsel pintar dengan kualitas tinggi. Dari situ kami berpendapat masih harus dilakukan edukasi pasar.


Bagaimana Anda memberi edukasi itu?
Produk ponsel pintar, kalau tidak dicoba, tak akan diapresiasi oleh konsumen. Kalau kita bilang HTC One X bisa mengambil foto sebanyak empat frame per detik, mereka kan tak terbayang. Jadi harus diberi contoh dengan demonstrasi unit, baru mereka tahu.

Caranya dengan melakukan road show. Ini bukan untuk jualan, tapi untuk interaksi antara staf kami dan konsumen. Di situlah terjadi edukasi, apakah mengenai merek kami atau produk kami.


Selain road show, ada cara lain?
Kami melakukan investasi dengan sangat serius. Sekarang Anda bisa melihat banyak iklan ponsel HTC, antara lain di televisi, di koran, juga di Internet. Semua itu tentu membutuhkan dana. Kebetulan kantor pusat kami mendukung langkah strategi ini.

Ketersediaan barang juga harus tetap terjaga. Kalau tidak ada barang, bagaimana orang mau beli. Makanya kami tambah distributor tahun ini dan total menjadi tiga distributor.


Adakah inovasi di HTC?
Inovasi terus dilakukan HTC, misalnya bodi ponsel terbuat dari bahan polikarbonat yang tahan patah, layarnya sudah menggunakan teknologi Gorilla Glass, prosesor quad-core. Jadi inovasi tak boleh berhenti.



Ada target khusus tahun ini?
Bagi kami, HTC Indonesia, 2012 menjadi titik balik. Kalau dulu kami tak terlalu ngotot mendekati konsumen, sekarang prinsip kami adalah tak kenal maka tak sayang. Semua masyarakat di Indonesia harus mengenal HTC.


Sumber : TEMPO.CO

0 comments:

Post a Comment